Ada
yang menarik dari laporan majalah Business Week edisi Asia yang
diterbitkan beberapa waktu lalu. Melalui survei yang bertajuk The Asia
BusinessWeek 50, majalah yang memiliki reputasi bagus itu mencoba
memilih barisan perusahaan yang memiliki kinerja yang kinclong – dari
ratusan perusahaan yang asli Asia ataupun korporasi multi-nasional yang
beroperasi di Asia. Kriteria utama yang mereka gunakan sebagai dasar
pemilihan adalah kinerja keuangan dan pertumbuhan bisnis selama tiga
tahun terakhir.
Hasilnya
cukup mengejutkan, namun sekaligus cukup asyik untuk didengar: mereka
menobatkan Unilever Indonesia sebagai perusahaan terbaik nomer satu se
Asia. Sebuah hasil yang sungguh layak diapresiasi dan kita beri tepuk
tangan. Sebuah hasil yang juga menunjukkan satu bukti bahwa roda bisnis
di negeri ini ternyata terus melaju dan menggeliat kencang.
Pada
sisi lain, prestasi yang diraih oleh Unilever Indonesia ini kian
menegaskan keberhasilan mereka dalam menancapkan jejak bisnisnya di
tanah air – sebuah ikhtiar yang telah dilakukan sejak tahun 1933. Dalam
kenyataannya, produsen asal Belanda ini makin melaju dengan beragam
produk dan serangkaian strategi pemasaran yang masif. Kamar mandi kita
mungkin kini telah sesak dengan aneka produk yang mereka ciptakan. Juga
baju kita setiap hari mungkin dicuci dengan deterjen produksi mereka.
Dan setiap malam, mereka terus hadir berdendang dan menyapa kita melalui
tayangan iklan yang rancak di layar televisi.
Segenap
usaha itu kemudian membikin para petinggi Unilever Indonesia bisa
memancarkan senyum a la senyum Pepsodent : dalam kurun 2006 total
penjualan sebanyak Rp 11 trilyun mengucur deras ke brankas, dan profit
bersih sebesar Rp 1,7 trilyun berhasil direngkuh. Ah, sebuah hasil yang
sungguh sedap, sesedap teh Sariwangi……
Namun
dibalik kinerja keuangan yang kinclong itu, ada dua pelajaran
manajerial yang ingin kita explorasi disini. Yang pertama, melalui
pengalaman pemasarannya yang amat ekstensif, kita mungkin mesti harus
menyebut Unilever Indonesia sebagai The Best Marketing School in Town.
Sebuah tempat dimana proses pengembangan SDM dalam bidang pemasaran
menemukan bentuknya yang paling ideal.
Dalam
konteks ini, kita melihat mereka mampu mendesain skema pengembangan
karir yang sistematis dan terencana terhadap para manajer mereka – baik
yang senior maupun junior. Didukung oleh portfolio produk yang luas,
mereka lantas cukup leluasa untuk melakukan rotasi diantara manajernya
untuk berpindah dari satu produk (brand) ke lini produk lainnya. Dan
disinilah mereka kemudian mampu menempa para manajer mereka secara
optimal melalui pergerakan karir yang dinamis – baik secara vertikal,
diagonal dan horizontal. Yang lebih elok, mereka tampaknya juga mampu
menciptakan proses mentoring secara natural – dimana para manajer yang
telah senior secara konstan terus menerus melakukan transfer pengetahuan
kepada para juniornya.
Pelajaran
kedua yang bisa kita petik adalah ini : Unilever Indonesia memiliki
komitmen yang kuat dan bervisi jauh kedepan dalam mendidik dan
mengembangkan barisan sumber daya manusianya. Dalam sebuah kesempatan,
Direktur SDM Unilever Indonesia Josef Bataona menyebutkan, mayoritas
jajaran direksi mereka sekarang adalah para peserta program management
trainee (MT) yang telah mereka tempuh puluhan tahun sebelumnya. Program
MT Unilever Indonesia memang terkenal bagus, dan pernyataan diatas kian
menegaskan reputasi itu. Artinya, mereka benar-benar menjalankan program
MT sesuai dengan tujuan dasarnya : yakni mencetak dan menyiapkan para
future leaders secara sistematis dan terencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar